#IbuDipanggil(sekolahan)?

"Wah gawat, yang ketahuan ikut demo, orang tuanya bakalan dipanggil dan siswa dikeluarkan dari sekolah", cerocos mbarepku sambil mengatur posisi pantatnya ke jok motor, siang tadi waktu saya jemput pulang sekolah. Wajah kelingnya dengan jerawat yang mulai bermunculan, nampak memerah kepanasan dan sedikit kecewa. Aiiih mbarepku, sudah gede kamu yaa..kayaknya baru kemaren ibuk mengganti popokmu.


Dia yang berhari - hari mengikuti berita demonstrasi mahasiswa dan pelajar, nampak antusias ketika mendapat broadcast pesan di wa nya tentang undangan mengikuti demo, bagi pelajar SMA/SMK di Jogja, 30 September 2019 di Km 0 Malioboro. Begini narasi broadcastnya :

UNDANGAN TERBUKA SISWA/SISWI

Mohon kehadiran rekan-rekan pergerakan Siswa/SIswi dalam Acara SISWA/SISWI INDONESIA BERGERAK  CATATAN AKHIR DEMOKRASI DI KORUPSI 2019 DARI SISWA / SISWI YOGYAKARTA yang akan dilaksanakan pada:

Hari Senin, Tgl 30 SEPTEMBER 2019, Pukul 07.30 - selesai WIB, Pertempat di Tugu Sampai KM 0

Titik kumpul Regional SMA/SMK  Sleman di Alun-Alun Kabupaten Sleman.

Titik kumpul Regional SMA/SMK  Kota di Kantor Gubernur DIY.

Titik kumpul Regional SMA/SMK Bantul di ISI (institusi Seni Indonesia) Kabupaten Bantul.

Titik kumpul Regional SMA/SMK Kulon Progo di Alun-Alun Wates Kabupaten Kulonprogo.

Titik kumpul Regional SMA/SMK Gunung Kidul di depan jalan Kidfun banguntapan.

Mari sama sama untuk bangun bangsa ini mulai dari kita kawan kawan !


Atas kerjasamanya, kami ucapkan terimakasih.

MERDEKA, MERDEKA, MERDEKA !!!

Salam
Front Aliansi Siswa Pelajar Daerah Istimewa Yogyakarta


Saya tahu, dari binar matanya saat menunjukkan WA broadcast itu, dia sangat bersemangat.

Tapi saya menghormati sikap sekolahannya, meski tidak setuju sepenuhnya. Saya pikir justru mereka sedang mempertontonkan "Demokrasi (yang ) Dikorupsi" itu, dari reaksi mereka terhadap aksi tersebut. Ancaman mengeluarkan dari sekolah bagi saya terlalu berlebihan. Saya juga sebenernya deg2an ketika anak saya minta izin, tapi saya berusaha tetap tenang dan mendengarkan pemaparan pendapat dia terkait hal itu.

Saya paham, siswa SMP seperti anak saya, masih terlalu dini untuk mengikuti kegiatan tersebut. Jika sendirian atau hanya bersama kawan - kawannya. Berbahaya malahan, dengan belum adanya kemampuan berpikir dan menganalisa yang baik. Namun bukan berarti kita, orang tua atau guru dan sekolah sebagai institusi, menunjukkan reaksi yang tdk demokratis di tengah isu demokrasi yang sedang hangat.

Jadi inget artikel Greta Thurnberg, tentang gen Z, yang berani bersikap dan mengubah keadaan. Gen Z yang tumbuh saat internet sedang berkembang pesat dan media sosial menjadi bagian perjalanan hidup mereka. Tekhnologi dan ledakan arus informasi yang begitu besar tentu berkontribusi dalam perilaku, sikap, gaya hidup hingga pandangan mereka terhadap dinamika sosial. Tanpa terlepas peran orang tua yang menjadi "pelindung", memberikan edukasi dan pengawasan, karena usia yang masih rentan.


Bagi saya, jika sekolah tidak setuju, cukup dengan tidak memberi izin, dan tidak bertanggungjawab jika terjadi sesuatu. Kemudian menyerahkan sepenuhnya kepada kebijakan orang tua masing - masing, karena pelajar, terutama SMP, masih di bawah kendali orang tua sepenuhnya. Saya membayangkan tentu akan seru, jika ada perwakilan sekolah/orang tua yang ikut mengawal penyampaian aspirasi oleh pelajar yang dianggap belum cukup umur ini, sehingga tujuan damai bisa terwujud, anak - anak pun punya pembelajaran dan pengalaman beraspirasi. Dengan catatan, dilakukan di luar jam belajar sekolah. Ah, tapi kok kayak piknik keluarga ya jadinya 😅😅


Beberapa hari lalu waktu aksi #GejayanMemanggil, saya sempat mengajaknya ( dan bahkan sepaket dengan adiknya yang masih berumur 6 tahun ) untuk datang dan melihat, meski tidak ikut bergabung jarak dekat dalam kerumunan massa. Selain mengenang masa lalu ketika ikut kegiatan serupa, bertahun silam,saya ingin menunjukkan langsung ke dia, sebuah contoh penyaluran aspirasi di negara demokrasi. Hal yang selama ini hanya dia baca atau diajarkan di sekolah. Dengan satu keyakinan, aksi di Jogja, tidak se"kacau" di kota lain.

Ibu saya di rumah, pastinya tidak tahu ketika 21 tahun lalu, anak perempuannya tengah berdiri dan ikut berteriak dari atas pagar kampus, lari bersembunyi masuk kampus ketika aparat bersikap represif, ikut tersedu ketika ada kawan terkapar kena peluru. Aahh masa itu..dan sekarang anak saya meminta izin untuk hal yang kurang lebih sama. Bedanya, dia minta izin. Mungkin seharusnya kamu minta maaf aja, Le..

Eniwei, tanggal 30 Sept, hari pertama dia ujian mid semester, thats your first priority, my boy..:)



Malming di Jogja
Jelang akhir Sept 2019


Komentar

Postingan Populer