Si Kontrak(tor)

Selama 5 tahun tinggal di Jogja, 4 kali saya berpindah tempat tinggal. Nyaris tiap tahun pindah.

Masing - masing rumah punya cerita. Punya memori yang kadang membuat proses pindah menjadi berat, melebihi beratnya mengangkut barang pindahan.

Rumah pertama adalah rumah kontrakan, yang sebenarnya nyaman, di lingkungan elit. Murah lagi.

Sayang, auranya agak seram. Anak kedua saya yang waktu itu baru menginjak awal 2 tahun, yang agak sering dijahilin. Tiba - tiba terkunci di kamar, sampai harus kami keluarkan dari jendela, dengan usaha lumayan karena membengkokkan teralis besi yang lumayan tebal. Setelah segala perintah untuk memutar kunci tidak berhasil dilakukan. Karena memang memutar kuncinya lumayan berat, agak berkarat, jarang kami gunakan. Makanya agak heran melihatnya terkunci. Tangan mungilnya menurut kami tidak cukup kuat untuk memutar anak kunci.

Kalau udah jelang malam, sering pandangan matanya tertuju di satu titik, salah satu sudut plafon. Hadeuh kalau udah gitu, ibuknya langsung nekat sok berani, pura2 ngusir, padahal ndredeg, gemetaran juga. Tapi ngantuk, capek dan kebayang besok paginya udah harus setor muka lagi di kantor, rasanya ngalahin semuanya. Cuman mikirin gimana caranya bisa buruan lekas memeluk kasur.

Belum lagi kami sering sakit, bergantian nggak ada yang benar - benar fit dalam setahun. Positive thingking, mungkin karena sirkulasi udara yang kurang bagus. Meskipun bagian belakang ada ruang terang ( dengan atap transparan ), namun udara buangan AC yang mengarah ke ruang tersebut tidak leluasa keluar ruangan terbuka. Sehingga udara kotor seakan balik lagi ke rumah

Well..thats why mungkin harganya miring, nyaris separuh dari harga kontrakan yang sudah saya survey waktu itu. Sekitar 6 bulan tinggal di situ, baru deh dapat info dari tetangga, kalau itu rumah udah lama kosong, hampir 2 tahun, sebelum kami tinggali. Pemiliknya tinggal di Jakarta, yang dari awal kami ngontrak, baru ketemu sekali, waktu serah terima uang dan kunci. Selesai periode kontrak, kerabatnya yang mewakili menerima serah terima kunci.

Rumah kedua adalah rumah sendiri. Rumah pertama kami di Jogja. Nekat menguras tabungan dan semua harta benda. Jika laku digadai, mungkin saya gadaikan diri saya juga, hehhee. Tersisa ATM yang tak berpenghuni, ngendon manis di dompet, nggak pernah dikeluarkan, kecuali saat tanggal gajian. But its ok, yang penting cash, no riba. Nyesek dengan hutang bank, seperti kpr rumah kami di kota sebelum pindah ke Jogja.

Rumah ketiga adalah kontrakan lagi. Tukar guling dengan rumah kedua yang kami kontrakkan ke keluarga pensiunan PJKA. Dan kami asik di rumah kontrakan dengan halaman super luas, mewujudkan impian kami untuk berkebun. Tapi pertimbangan dekat dengan sekolah anak - anak sebenarnya lebih utama.

Dan, tahun ini kami menjajal rumah keempat, rumah kontrakan mungil di pinggir jalan, dengan pintu depan menghadap Merapi dan pintu belakang menghadap sawah, ditambah lagi, harga sesuai kantong dan masih dekat dengan sekolah anak - anak. Perfect!

Kemarin siang, saat lagi pindahan, si kecil yang sekarang udah tidak kecil lagi, nyletuk.."asik deh pindahan, bisa nemu barang - barang lama,"katanya sambil mendekap laptop mini Asus yang dia temukan dari kardus, yang tidak pernah kami buka kembali semenjak pindah ke rumah kontrakan ketiga, 2 tahun lalu, Saking seringnya pindah, kadang ada kardus yang sama sekali belum kami buka sejak masuk rumah hingga mau pindah lagi 😅

Okay, rumah keempat, be nice yaa, mohon terima segala keributan, keluh kesah, tangis dan gelak tawa kami. Apa adanya

Buat kalian yang sedang mempertimbangkan pindah rumah terutama sewa, bisa simak sedikit tips dari kami :
1. Pastikan berhubungan langsung dengan pihak yang berwenang menyewakan.
2. Ikat dengan perjanjian dan bukti tertulis, minimal kwitansi jika mengontrak. Lengkapi dengan dokumentasi foto transaksi pembayaran dan serah terima kunci jika perlu
3. Ngobrollah dengan tetangga sekitar calon rumah jika masih ragu.Tetangga biasanya lebih jujur dan punya banyak cerita tentang siapa pemilik rumah, siapa pengontrak sebelumnya, sejarah rumah, kemanan sekitar dll. Kita juga jadi bisa membaca dengan siapa kita bakalan bertetangga. Apalah rumah yang nyaman tanpa tetangga yang "enak"
4. Sesuaikan dengan budget, nggak usah terlalu memaksakan
5. Untuk memperkecil lingkup pencarian, tentukan tujuan anda mencari rumah, rumah seperti apa yang anda butuhkan. Apakah rumah usaha, rumah tinggal, dekat sekolah anak, dekat kantor, dll
6. Kalau saya biasanya bisa tahu apakah sebuah rumah cocok, dengan "merasakannya". Ketika masuk rumah pertama kali, tiba - tiba melompat rasa "ini dia" dan keinginan kuat untuk memilikinya. Membayangkan bagaimana kehidupan kami ada di dalamnya. Untuk hal ini, mungkin sayanya aja yang memang udah suka, kemudian mendorong afirmasi bawah sadar saya untuk mewujudkannya. Bukankah kenyataan adalah hasil pemikiran dan afirmasi kita?
7. Mau nambahin? boleh share di comment ya..

okay, salam dari kami, si kontrak(tor), si tukang ngontrak rumah





Komentar

Postingan Populer