So Long, Beb

Dia, Si Suzuki

Di antara barang - barang di rumah, motor ini termasuk "senior". Dibeli di awal nikah, 2006, saat masih di Buncit, sebuah komplek perumahan di Jl. A Yani km 5 Banjarmasin.

Uang muka menggunakan uang gajian saya, sementara angsuran dieksekusi oleh paksu. Dan jadilah motor ini inventaris awal kami setelah menikah. Merasakan pahitnya jalan berdebu bekas laluan truk bermuatan batu bara di sepanjang Jl. Zafri Zam - Zam, rute kami mengantar Si Mbarep ke penitipan anak. Sering juga kami ajak ke Banjarbaru, "piknik" melihat pesawat, salah satu hiburan buat Si Mbarep di kala itu.

Selain Si Biru ini, ada motor honda lama bawaan paksu dari Jogja. Ketika punya pengasuh yang bisa datang ke rumah, suzuki adalah kendaraan ngantor saya, sementara paksu pakai honda lama. Kerjaan mengirup debu batu bara agak berkurang dan lebih enak karena rute rumah ke kantor tidak terlalu jauh. Pun sampai kantor, sudah idle karena ada si kuning mobil branding kantor yang siap menggantikan tugasnya.

Tapi hal ini tidak lama karena paksu diberi amanah sebagai Kepala Biro Kantor Banjarbaru dari perusahaannya. Sehingga ada rutinitas baru mengarungi sekitar 35km Jl A. Yani, pergi pulang, belum ditambah jika ada liputan keluar daerah, dalam cuaca panas, hujan maupun kabut asap yang menjadi langganan tahunan. Demikian berlangsung sampai Si Mbarep usia sekolah, Dia masih menjadi andalan aktivitas kami.

Hingga 2014 ketika kami pindah ke Jogja. Waktu itu sudah ada Beat yang membantu tugasnya dan Jazz untuk keperluan lainnya. Honda bawaan dari Jogja sudah lama dihibahkan. Beat dan Jazz termasuk dalam list barang yang kami bawa. Sementara Dia yang menjadi saksi awal hidup kami di Banjarmasin, kami tinggal di rumah Banjarmasin. Pikir kami, jika suatu saat kami kembali ke rumah, masih ada alat transportasi yang bisa kami gunakan.

Sempat merasakan menjadi kendaraan opers oleh teman yang kami titipkan rumah, yang sedang mendapat job menjadi vendor branding untuk "menguningkan" dinding ruko - ruko strategis di sana. Kebayang deh beratnya kerja Dia, membawa cat di sana sini, mungkin juga peralatan tempur lainnya, berkeliling dari satu tempat ke tempat lain di area Kalimantan Selatan.

Dan so surprise ketika suatu hari, 6 bulan kemudian setelah pekerjaan branding selesai, salah satu tenaga branding, Mas Jejen yang asli Lumajang, mengabari bahwa dia dalam perjalanan pulang, naik kapal sambil bawa Si Suzuki. Whaaatttt...?!

Rupanya dia kasihan karena melihat Si Suzuki yang katanya nggak keurus, tidak ada space di rumah kami yang kebetulan sudah dikontrak orang waktu itu dan tentunya rumah sudah terisi barang - barang mereka. Well..makasih ya Mas Jejen, finally kami berkumpul lagi dengan Dia, berkat kenekatan Mas Jejen, mengendarainya dari Banjarmasin, turun Surabaya dan langsung ke Jogja.

Buuttt..ternyata di Jogja, Suzuki kami lebih banyak idle bahkan nyaris tidak pernah dipakai selama hampir 6 tahun kami di kota ini. Rasanya sedih karena tidak bisa sering memakainya. Tidak bisa mengenalkannya pada sudut - sudut Jogja, yang tentunya berbeda dengan jalanan berdebu batu bara di kota asalnya. Tapi kepraktisan motor matic benar - benar membuat Dia kami abaikan. Hingga..beberapa bulan kemarin kami menjadikannya nazar

 

Lebaran di Tasikmalaya

Namanya Diding. Pria kelahiran Tasikmalaya 43 tahun silam. Merantau di Jogja, berjualan cilok. Bukan produksi sendiri, tapi dari juragannya yang punya brand Cilok Dua Saudara.  Dia hanya bertugas menjual, dengan rute dari kontrakannya di Papringan menuju daerah UNY, menggunakan gerobag dari juragannya. Karena corona, pendapatannya tidak sebahagia sebelumnya. Anak kuliah yang biasanya menjadi langganannya kini masih lengang. Ia dan istri serta anaknya mengandalkan jalan kaki untuk kegiatan sehari - hari. Jika agak jauh, ojeg motor menjadi pilihannya.

Sore ini , dengan muka semringah, Pak Diding berucap akan mengendarai Si Suzuki jika kelak pulang lebaran. Tak henti terima kasih dari ucapnya. Padahal kamilah yang lebih banyak berterima kasih, telah terbebas dari nazar kami.


 #mbrebesmili

Selamat jalan Si Biru, salah satu saksi perjalanan hidup kami. Simpan obrolan, keluh kesah dan tawa ceria kami dalam kokoh dan lajumu. Selamat menikmati chapter baru hidupmu yang semoga lebih bahagia dan bermanfaat. Ceritakan pada kami tentang Tasikmalaya. Someday

So long, Beb

Serah terima dengan Si Mbarep











Cilok Dua Saudara kiriman Pak Diding siang ini



Komentar

Postingan Populer