LUNASSSS

Pada suatu obrolan santai di ruang keluarga, di sela waktu setelah makan siang bersama di rumah ibu saya, si mbarep nyeletuk "aku besok maunya nyari sekolah ditemeni ibuk aja"

Waktu itu momennya adalah jelang ujian akhir kelas IX di sekolahnya. Simbah dan budhenya yang lagi liburan di rumah simbah, nampak telaten menanggapi dengan pertanyaan ini itu seputar persiapan ujian, sekolah mana saja yang mau disasar, gosip tentang metode pembelajaran dari sebagian guru yang dianggap aneh oleh mbarep saya, hingga uneg - uneg saya di sini.

Tapi ada yang bikin saya jadi mikir, kenapa dia mau ditemeni ibuknya saja? Ooh mungkin karena ayahnya sibuk dan selama ini memang lebih banyak menghabiskan waktu dengan saya. Apapun alasannya saya menganggapnya sebuah tanggung jawab yang harus dituntaskan. Sebuah hutang yang wajib dibayar. Dan alhamdulillah tanpa tanggungan pekerjaan kantor lagi, ada banyak effort yang bisa saya optimalkan.

Mulailah kami berdua lebih banyak ngobrol mencari tahu minatnya dan mencari info target sekolah, berapa nilai minimal yang diperlukan untuk masuk pada tahun kemarin, seperti apa zonasi di tahun ini dan tentu saja sambil mempersiapkan bekal ujian dia yang kali ini ada penilaian ASPD ( Asesmen Standarisasi Pendidikan Daerah ) yang diselenggarakan secara offline di sekolah. Tentu bukan hal mudah membantu anak menyiapkan materi sekaligus mental karena sudah lebih setahun pembelajaran dilakukan daring. Itu bagi saya. Ada rasa deg - degan karena hasil ASPD bukan hanya perihal kelulusan, namun untuk digunakan sebagai komponen untuk mencari sekolah, selain dari pembobotan nilai rapor semester 1 - 5 dan nilai akreditasi sekolah.

Setelah cek sana sini, akhirnya mengerucut pada 3 pilihan : SMA 3 Jogja, SMA 1 Kalasan dan SMA 1 Sleman. Hal ini berdasarkan pertimbangan kualitas dan sedikit nekat. Karena ketiganya nun jauh di sana dari sisi jarak berdasarkan domisili di kartu keluarga. Jika tahun ini menggunakan metode zonasi ( dan sudah pasti iya ), maka untuk mencapai salah satu dari 3 pilihan tersebut rasanya adalah mission impossible, yang Ethan Hunt pun pasti berpikir keras hehehe...

Ya begitulah, nggak papa kan punya mimpi dan pikir saya sekalian saja, jangan nanggung











Jadilah kertas ini nempel di depan meja belajar si mbarep. Biar tiap hari bisa terlihat, terbaca. Anytime. Tertanam di otak, masuk dalam imajinasi dan berharap Tuhan dan alam semesta bekerja membantu mewujudkannya. Sepeda motor lama pun turut kami gadaikan kepada Tuhan, sebagai nazar kami jika impian terwujud, agar dapat dimanfaatkan oleh orang yang lebih membutuhkan. Syukur - syukur untuk aktivitas membantu sesama.

Seiring waktu, ada pertimbangan lain yang masuk dari budhenya yang pada masanya berhasil mendapat status mahasiswa di Ilmu Komputer UI melalui jalur PMDK, bahwa penting juga mempertimbangkan target ke depan untuk mendapatkan kesempatan tersebut karena persaingan masuk PTN yang semakin sengit. Maka opsi SMA 3 kami ubah menjadi SMA 9 Jogja karena kami lihat SMA 3 sangat kompetitif dan sempit kemungkinan untuk target mendapat PMDK ( SBMPTN ) bagi si mbarep, kelak. Demikianlah sehingga tercipta angka 9 yang agak aneh pada kertas tersebut.

Ketika hasil ujian ASPD muncul, ada sedikit harapan muncul karena nilai rata - rata masih di angka 8 koma sekian. Tapi meski tetap masih deg - degan dan belum bisa bernafas lega karena peraturan PPDB tahun ini seperti dalam gambaran prediksi kami adalah berpatokan pada zonasi ( 55% ) selebihnya ada jalur prestasi ( 20% ), afirmasi ( 20% ) dan perpindahan tugas ortu ( 5%). Dari 4 jalur tersebut, 2 jalur dipastikan lewat karena kami bukan pindahan dan tidak memenuhi syarat afirmasi baik dari golongan disabilitas maupun pemegang kartu miskin. Jadi yang memungkinkan adalah bersaing di jalur zonasi dan prestasi yang mensyaratkan minimal rata - rata nilai 4 mapel adalah 8.

Jika sesuai dengan zonasi, maka alamat pada kartu keluarga tidak menyisakan banyak pilihan sekolah. Di zona satu hanya ada 2 sekolah dengan kategori biasa saja menurut kami dan di zona dua ada beberapa sekolah yang lumayan, tapi kans untuk masuk sangat tipis, karena pada jalur zonasi yang menjadi pertimbangan utama adalah jarak terdekat ke sekolah.

Sooo...? Dengan sedikit nekat karena melihat anak udah lesu dan lunglai ( hehehe..pisss kak ), kami ambil jalur prestasi. Dengan berbekal nilai minimal untuk masuk di jalur ini dan tanpa bekal prestasi non akademis at all. Well, bener - bener nekat karena the power of kepepet. Tapi nekatnya insya allah tetap pakai analisis kok. Paling nggak pilihannya nggak asal dan hasilnya bisa bunuh diri. Dari sebaran nilai tahun lalu, nilai minimal masuk ke 3 sekolah yang menjadi target pilihan kami di tahun lalu dan sebaran nilai tahun ini, jadilah kami tetap melamar ke 3 pilihan sekolah tersebut.

Dan Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT, semua terbayar LUNAS. 3 sekolah pilihan berhasil kami tembus, tapi ada satu sekolah yang menjadi tambatan hati karena ada jurusan yang menjadi pilihan si mbarep dan dari sisi transportasi juga mudah meski jaraknya lumayan jauh dari rumah. Tapi so far lingkungan sekolah sepertinya asik dan kondusif untuk belajar.

Selamat ya, Le..yuk kita lanjut ke next target!




Komentar

Postingan Populer