Offline School Real Life

Sepulang sekolah

Him : Ibuk, kakak kelasku itu pada suka loh sama xxx, temen sekelasku

Me : Oya? ( sambil menyembunyikan rasa kaget )

Him : Iya, bener..aku lihat dengan mataku sendiri mereka bilang suka. ( katanya dengan ekspresi membelalakkan matanya yang agak sipit )

Me : Adik lagi dimana waktu itu?

Him : Aku sama xxx lagi abis dari ruang ganti baju, abis olah raga. Ketemu kakak kelas yang cewek - cewek di tangga

Me : Trus?

Him : Ya tadi itu, mereka bilang suka. Pada manggil - manggil..xxx xxx..bibir kamu kok merah sekali, kamu ganteng deh

Me : ((omaigaattt dalam hati )) Trus menurut kamu gimana itu dik?

Him : Nggak cocok sih. Aneh. Kan masih bocil. Kalau cinta - cintaan kan nanti kalau udah menikah

Me : ( wkwkwkw..ngakak dengar statement terakhirnya ) iya betul, pakai baju sendiri aja kadang kancingnya masih salah yaa..( kataku sambil nguyek2 rambutnya yang lumayan gondrong untuk ukuran cowok )

Him : Oiya hari sebelumnya ada yang nitip kertas lewat aku, suruh ngasih ke xxx

Me : Oya? Lain kali jangan mau deh, suruh ngasih sendiri ke xxx

Him : Kenapa?

Me : Yah biar adik fokus belajar aja. Sambil bermain kalau pas jam istirahat. Lari - larian atau main pesawat kan seru

Him : Oke 


Dan demikianlah kehidupan sekolah offlinenya mengalir. Tak hanya tentang gedubrakan saat pagi, pak guru yang galak, temen yang suka membully, kini bertambah dengan romansa.

Tentang teman yang membully, kejadiannya di quarter pertama awal tahun ajaran. Bukan dia yang menjadi korban, tapi ikutan jengah juga mendengar ceritanya. Dia memang saya biasakan untuk menceritakan aktivitas hariannya di sekolah. Seringnya harus saya pancing dulu, tapi lumayanlah akhirnya dapat beberapa info dan gambaran harinya di sekolah hari itu.

Pembullyan awalnya dimotori oleh salah seorang siswa saja, tapi akhirnya bisa memprovokasi teman lainnya untuk ikut - ikutan. Ada nama - nama yang saya notice dari cerita dia, karena rutin dia sebutkan. Sembari itu, saya coba kroscek dengan ortu lain dan juga ke ortu korban. Akhirnya gempar dan reveal di group wali murid. Namun alhamdulillah solved dengan baik. Dan lebih bersyukurnya, anak saya tidak pernah disebutkan sebagai kelompok yang ikut - ikutan membully, bahkan sesekali menentang bersama beberapa siswa lain. Hahaha..nggak kebayang tubuh kecilnya akan kuat jika para pembully balik menyerangnya karena berani menentang.

Dari ortu korban, saya dapat cerita menyentuh, bagaimana anaknya yang merupakan sulung dengan 2 adik yang bersekolah di sekolah yang sama, selalu semangat saat berangkat sekolah. "Seakan nggak ada masalah, Mah. Selalu bilang ke adik - adiknya, asik loh di sekolah. Padahal kalau aku, udah nggak kuat dan nggak mau sekolah. Hancur hatiku, Mah kalau denger dia menyemangati adiknya seperti itu. Tapi juga bikin aku jadi kuat."

Hiks, terus terang, curhatan itu yang bikin saya semangat speak up waktu itu. Sebelum terlambat.

Namun saya sadar, anak - anak ini dalam fase awal mengenal sekolah offline setelah pandemi cukup lama. Sekolah offline terakhir mereka adalah saat TK. Dan kini tiba - tiba bersekolah offline lagi langsung di kelas 3 SD, tanpa melalui "sekolah" di kelas 1 dan 2. Interaksi online tentu saja sangat berbeda dengan offline. Dan saat ini mereka kembali offline dengan tingkat emosi dan perkembangan yang jauh berbeda, yang mereka sendiri tentu juga masih perlu belajar, mengenal dan menyesuaikan diri. Belum lagi tekanan dari beban pelajaran dan wali kelas yang kebetulan terkenal sebagai "momok" di sekolah ini. 

Mmhh..baiklah inhale exhale pokoknya deh. Anak - anak maupun ortu harus sama - sama belajar dan menyesuaikan diri. Semoga dengan berjalannya waktu, kami makin pandai dan menjalani semuanya dengan bahagia.

Welcome to the real life ya Le







Komentar

Postingan Populer