My Private "Pawang Hujan"

 Heboh pawang hujan di Mandalika mengingatkan saya pada beberapa kejadian aneh terkait hujan yang puluhan kali kami ( saya dan suami ) alami sepanjang hidup kami mengasuh anak mbarep. Hujan lebat yang tiba - tiba berhenti sejenak ketika kami akan pergi untuk keperluan mendesak bersama si mbarep dan tiba - tiba kembali turun lebat ketika kami sampai di tempat tujuan. Jika punya anak bayi dan hanya punya sepeda motor untuk kesana kemari, tentu keberuntungan seperti ini adalah berkah dan anugerah yang amat sangat kami syukuri.

Pun ketika kami sudah ada rezeki untuk menaiki roda empat. Tak terhitung berapa kali tiba - tiba hujan berhenti pada saat yang tepat kami perlu keluar dari mobil

Awalnya kami pikir hanya kebetulan. Namun kebetulan yang aneh karena sering kali terjadi. Pada suatu kejadian di sekolahnya waktu si mbarep kelas 4 SD, ketika saat jam pulang sekolah, hujan lebat tercurah selebat - lebatnya. Ayahnya yang kebagian jemput menjemput naik motor, mengobrol dengan bapak - bapak lain di parkiran motor. Bapak - bapak bermuka galau karena terbayang akan pulang berhujan - hujan. Santai suami saya nyletuk ke salah satu bapak yang kebetulan adalah bestie saat kuliah dulu..”tenang Dab, bentar lagi reda. Aku biasanya gitu kalau bawa Rhei jalan, terus tiba - tiba hujan.” Temannya setengah nggak yakin karena hujan yang begitu lebat dan langit yang gelap pertanda si air masih full persediaan untuk ditumpahkan.

Dan qadarullah, saat anak - anak bermunculan dari kelas, hujan perlahan menipis dan berhenti untuk memberi kesempatan anak - anak pulang tanpa kebasahan. Teman Pak Suami langsung bengong “wah iyo bener, Dab. Suwun ya Rhei,” katanya sambil bergegas tancap gas karena mendung yang masih menggelayut.

Kemarin, saat bersiap menjemputnya pulang sekolah di halte Transjogja, saya sudah menyiapkan jas hujan dan sandal jepit untuknya. Langit sangat gelap di sore jam 4 ini. Hujan sudah mulai turun, membasahi jalan depan rumah. Beberapa pengendara motor ikut berteduh di bawah kanopi ruko yang kami tempati. Semua sibuk memasang jas hujan dan bergegas melaju kembali. Sayapun demikian. Memasang si marun jas hujan kesayangan, merapikan posisi duduk agar semua terlindungi dan bersiap tancap gas.

Tak lupa sebelumnya mengabari si mbarep bahwa ibunya udah otw halte dan mengabari cuaca yang sedang basah di sekitaran rumah, agar dia bersiap saat turun dari bus, segera lari mencari tempat berteduh karena halte tempatnya turun tidak beratap. Hanya papan penunjuk bertuliskan Teman Bus.

Sampai di Teman Bus, belum kelihatan tubuh bongsornya. Daaannn cuaca meski mendung, namun hujan hanya rintik sangat kecil dan jarang. Hingga tanpa jas hujanpun masih aman. Kontras dengan kondisi saat di rumah tadi. Padahal jarak ke Teman Bus juga nggak terlalu jauh, sekitar 2km an.

3 menit menunggu, sosok yang ditunggu datang, turun dari bus warna hijau cerah yang selalu sepi penumpang. Sepertinya jalur Bandara Adi Sutjipto ke Pakem melalui Tajem dan jalan alternatif lainnya ( bukan melalui Jl. Kaliurang ) belum banyak dikenal. Atau masyarakat belum terlalu memerlukannya karena bisa dijangkau dengan alat transportasi lainnya. Untunglah para crew bus bukan digaji berdasarkan jumlah penumpang.

Mendapat kesempatan hujan mereda, langsung deh motor saya pacu kencang. Jas hujan tambahan dan sandal jepit tetap duduk manis di kresek , nyantol di cantolan batang kemudi. Ehh ndilalah ada yang laper minta berhenti di warung nasgor. Wew udah takut aja kalau keberuntungan hujan akan luntur dan siap - siap rempong berjas hujan. Mana lama pula karena si penjual sedang menyiapkan pesanan lainnya. Sekitar 30 menit di warung nasgor, pesanan akhirnya jadi, nasi goreng magelangan yang super pedas, dilengkapi potongan tepung capjae.

Geber lagi deh si beat mungil yang udah mulai reot dengan berat kami berdua. 5 menit sampai rumah, langsung masukin motor ke rumah, dan menutup pintu rolling depan. Dan tak sampai semenit, hujan kembali turun lebat

Oalah Le, matur nuwun ya. Alhamdulillah, matur nuwun Gusti Allah, lagi - lagi hal seperti ini terjadi. Keberuntungan yang selalu mengingatkan kami untuk selalu mensyukuri nikmatMu.

Ya begitulah,tapi kadang kami tetap kehujanan kok, seperti hari ini. Tapi ya nggak papa, wong Mb Rara yang tarifnya ratusan juta saja juga masih kehujanan.

 Eh btw, kamu kan cuman pawang hujan dalam tanda kutip ya Le hehehhe


 

Komentar

Postingan Populer