The Election 2024, Catatan Kami

Sejak sore sudah berniat bikin catatan ini. Tapi kantuk berhasil memenangkan diri ini untuk terlelap sampai 2 jam. Wow!

Akhirnya, here i am, di depan laptop, mengetik dengan telunjuk berwarna purple, sambil mendengarkan live dari channel youtube Narasi yang lagi siap - siap tergabung di press conferencenya paslon 01, Pak Anies Baswedan. Luar biasa ya, mereka masih on duty di 22.01 malam ini dan katanya sudah sejak jam 04.00 pagi mulai on air.

Pesta Demokrasi tahun ini adalah tahun pertama si mbarep saya mempunyai hak pilih. Dengan sikon kami tidak tinggal di rumah yang menjadi alamat KTP, kegiatan seperti pemilu ini cukup merepotkan karena surat pemberitahuan/surat undangan, tidak pernah nyampai ke tangan kami. Itu juga yang menyebabkan 5 tahun lalu saya tidak bisa mendapatkan kesempatan menyalurkan aspirasi, dengan alasan surat suara habis. Tanpa surat undangan, saya baru bisa nyoblos setelah jam 12 siang. Dan 5 tahun lalu, isu surat suara habis memang sangat gencar dimana - mana

Tidak mau mengalami kejadian serupa, tahun ini saya berusaha "habis - habisan" agar bisa nyoblos. Selain semangat untuk pilihan hati, juga semangat agar si mbarep bisa mulus mengikuti semua proses pesta demokrasi tahun ini. Malam menjelang hari pencoblosan, kami muter mencari lokasi TPS tempat kami akan mencoblos berbekal print out dari DPT online. Saya berkeinginan mengkonfirmasi print out tersebut cukup untuk mengantarkan kami memilih.

Ternyataaaa....oleh petugas TPS yang malam itu sedang sibuk, kami diarahkan untuk konfirmasi ke kecamatan. Rada jengah sebenarnya karena sesuai dpt online sudah jelas kami mendapat jatah mencoblos di TPS tersebut. Tapi karena merasa sia - sia berdebat dengan ketua TPS yang sudah berumur dan rasanya sudah mentok karena kekurangmengertian beliau dengan print out dari DPT online yang saya tunjukkan, akhirnya otw lah kami ke kantor kecamatan di jam 20.30 malam itu

Sesampai di sana, rupanya masih banyak petugas KPPS Kapanewon yang masih berkoordinasi. Salah satu petugas menerima kedatangan saya dan nampak bengong dengan masalah yang sebenarnya sangat simple menurut mas - mas petugas berkacamata yang dalam perkiraan saya masih berusia kurang dari 30 tahun itu. Saya hanya perlu mendapat surat pemberitahuan untuk mencoblos di TPS yang tertera di data dpt online tersebut yang sudah jelas tertera di print out yang saya bawa. Akhirnya malam itu juga si petugas TPS ditelpon dan dipanggil ke kecamatan untuk mengantarkan surat pemberitahuan saya. Maaff ya pak

Hasil quick count malam ini menunjukkan paslon 02 unggul lebih dari 50%, sayup - sayup di press conference yang saya dengarkan melalui head set, Pak Anies menyampaikan bahwa kita harus menghormati proses dan hasil. Berbagai ucapan beliau menenangkan para pendukungnya malam ini dan komitmen beliau untuk selalu dalam gerakan perubahan. Termasuk Cak Imin yang mengarahkan para petugas di lapangan untuk mengawal dan mengamankan suara paslon 01. Sementara paslon 02 sudah speech "kemenangan" di waktu sebelumnya.

Hmmm...sebuah proses demokrasi yang panjang

Sejak bulan Oktober ketika pasangan capres cawapres mendaftar ke KPU hingga hari ini, si mbarep saya tidak pernah lepas mengajak saya berdiskusi tentang pemilu ini. Cerita - cerita tentang kawan - kawan sekolahnya yang masive dengan salah satu paslon ( ada salah satu siswa yang bahkan membagikan kaos paslon tersebut di sekolah dan ada semacam intimidasi bagi yang berbeda pilihan), issue di tiktok, obrolan wa di group wa maupun dengan teman - teman dekatnya.  

Dia pribadi sudah mempunyai preferensi, walau akhirnya bergeser di bulan Januari kemarin, dan kembali bergeser di bilik pencoblosan..hahhaha...ya ampun Le. Memang saya membebaskannya untuk memilih siapa, hanya saya berpesan untuk memilih berdasarkan keyakinan setelah mencari informasi yang sebanyak - banyaknya, seseimbang - seimbangnya, dari sumber yang kredibel.

Seperti pelajaran PPKN yang telah dan masih didapatkannya di sekolah, pesta demokrasi adalah wujud pilihan negara kita sebagai negara demokrasi untuk memilih wakil - wakil rakyatnya yang akan menjadi presiden, wapres maupun legislatif. Dalam proses ini diperlukan adanya toleransi, keadilan, kejujuran, kebebasan memilih namun juga kerahasiaan siapapun yang menjadi pilihan kita. Satu hal yang menjadi issue di pemilu kali ini adalah soal etika dan kode etik. Hal yang akhirnya menjadi pemahaman baru bagi si mbarep saya. 

Ditambah beredarnya film Dirty Vote yang loud, clear and clean disuarakan tiga ahli tata negara, semakin lengkap pembelajaran pesta demokrasi tahun ini. Saya bilang demikian bukan karena saya mengenal salah satu pemapar yang merupakan ayah sahabat sekelas anak saya, tapi memang karena konten yang beliau - beliau bawakan masuk akal dan sudah terpapar di berbagai media yang saya baca. Kenyataan.

Yang tak terduga, di hari pencoblosan, bukan masalah kegalauan pilihan yang menjadi diskusi kami saat menunggu giliran masuk bilik, tapi masalah melipat kertas suara..hahahha. Si mbarep bisik - bisik, "Ibuk, gimana nanti kalau kakak nggak bisa nglipet surat suaranya, gedhe banget gitu..".  Jawab saya,"gampang, kasih aja ke petugasnya, suruh lipetin wkwkwkw." 

Yang menarik juga, for the first time, kami berhadapan langsung dengan "Serangan Fajar" hahahha...rumah kami sempat penuh sembako, titipan dari teman yang sedang nyaleg. Haduh..berhubung teman, tidak semudah itu mau sok idealis dan teoritis sesuai PPKN wkwkkw. Ada juga beberapa amplop yang beredar dari caleg lain bersliweran, dari DPRD Kab, DPRD Provinsi hingga DPR. Ooops!

Anyway, jari sudah ungu, hak dan kewajiban sebagai warga negara sudah terpenuhi, kini tinggal menunggu hasilnya. Selamat untuk 02 yang hingga malam ini sudah menang di quick count, finally Anda ( ada kemungkinan ) menang, Pak Bowo. Biar bagaimanapun saya pernah 2x mendukung Anda, walaupun gagal mencoblos karena kehabisan surat suara saat itu.

Apapun hasilnya insyaallah sudah menjadi ketetapan Yang Maha Kuasa. Meskipun mbarep saya sempat ngedumel dan bermaksud menjadi aktivis saat kuliah nanti, mengritisi kebijakan pemerintah. "Aku mau jadi tukang demo, kalau perlu sampai istana!" ujarnya mantap.

Hadeuh Le, tetaplah kritis kapanpun dan dimanapun kamu berada, nggak perlu nunggu saat kuliah. Bahkan setelah kuliahpun tetaplah pakai akal sehat, nurani dan etikamu. Beranilah bersuara dan menyuarakan pendapatmu.

Selamat, Indonesia !! Matur nuwun pesta dan pembelajarannya. Bagaimanapun, kami tetap harus berjuang dan memperjuangkan hidup kami, siapapun pemenang pemilu kali ini.


 

 


Komentar

Postingan Populer